Wacana

1. Napak Tilas Sekilas Sejarah Dakwah Islam


             Pada dasarnya, seluruh nabi dan rasul yang Diutus Allah swt. mengemban tugas yang sama, yaitu berdakwah, mengajarkan tentang ke-Esaan Allah swt., ajaran tauhid yang turun temurun, diwariskan dari generasi ke generasi. Tentu ini bukan sebatas tugas seorang rasul saja untuk menyampaikan kebenaran tersebut, telah menjadi kewajiban bagi umatnya untuk tetap menyampaikan kebenaran yang telah diajarkan oleh rasul.


            Secara garis besar tidak ada perbedaan mengenai esensi dari dakwah yang dilakukan oleh seluruh utusan Allah ta’ala, yang menjadikannya pelangi adalah bagaimana perbedaan kondisi umat tempat di mana seorang utusan tersebut diutus. Hal ini yang mungkin menyebabkan terjadinya perbedaan syariat yang diberlakukan oleh tiap utusan Allah. Namun, dakwah ini tetap memiliki esensi dasar yaitu mengesakan Allah swt dan menyeru sekalian manusia kedalam ketundukan hanya kepada Allah swt.


            Sebagai seorang muslim, turunnya risalah Islam harus kita yakini sebagai risalah penyempurna, risalah ilahiyah terakhir, risalah agung yang diturunkan kepada seluruh umat manusia. Risalah yang menguatkan risalah-risalah ilahiyah yang pernah turun sebelumnya. Risalah yang juga diturunkan kepada Khotimul Anbiya, Nabi Muhammad saw.


            Dalam tahapannya, untuk menebarkan risalah ini, ada beberapa langkah terprogram (manhajjah) yang ditempuh oleh Nabi Muhammad saw. dalam gerakan dakwahnya, semenjak masa kenabiannya sampai berpulang kepada Allah (Manhaj Haraki). Kami meyakini bahwa manhaj haraki ini merupakan taujih Rabbani ‘arahan ilahi’. Allah sajalah yang menuntun Nabi-Nya dalam seluruh langkah-langkahnya. Ia bukan sekadar reaksi spontan terhadap situasi yang menghadangnya.


            Selanjtunya ada beberapa periode yang kami golongkan secara garis besar. Periode-periode manhaj ini ditentukan dalam lima periode yang kami istilahkan sebagai berikut,



            Periode pertama : Sirriyatu ad-Da’wah wa Sirriyatu at-Tanzhim (Merahasiakan Dakwah dan Merahasiakan Struktur Organisasi). Periode ini dimulai dari Bi’tsah Nabawiyah (pengangkatan sebagai nabi) sampai dengan turunnya firman Allah, “Wa andzir ‘asyiratakal aqrabi” (Q.S. Asy Syu’ara : 214)

            Periode kedua : Jahriyatu ad-Da’wah wa Sirriyatu at-Tanzhim (Memublikasikan Dakwah dan Merahasiakan Struktur Organisasi). Periode ini berakhir pada tahun kesepuluh kenabian.

            Periode ketiga : Iqamatu ad-Daulah (Mendirikan Negara). Periode ini berakhir pada tahun pertama hijrah.

            Periode keempat : ad-Daulah wa Tatsbiti Da’a’imiha (Negara dan Penguatan pilar-pilarnya). Periode ini berakhir dengan Shulhul Hudabiyah.

            Periode kelima : Intisyaru ad-Da’wah fi al-Ardhi. Periode ini berakhir dengan wafatnya Rasulullah saw.



            Berakhirnya periode dakwah Rasulullah saw. tidak berarti memberhentikan denyut nafas pergerakan dakwah di muka bumi. Dakwah kian tersebar luas, Islam semakin kokoh berdiri dengan adanya pejuang-pejuang yang dengan penuh kegigihan memperjuangkan dakwah Islam. Khulaufa Rasyidin dan kekhalifahan pemerintahan Islam yang berdiri jauh setelah zaman rasulullah pun menjadi bukti nyata bagaimana dakwah itu kian kuat eksistensinya. Secara kualitas dan kuantitas, hingga sampailah dakwah mulia ini ke negeri kita, menyapa lembut setiap jiwa yang dijumpainya, mengetuk ramah setiap pintu hati yang disinggahinya. Dan, saat ini dakwah itu telah mengajak kita untuk berkontribusi dalam menyebarkannya.
 
-Ibnu Semi, adapted from "Makalah Kelompok 4", May 1st, 2011-
***


2. Urgensi Dakwah dalam Kehidupan Bermasyarakat
 
 

            Dakwah Islam pada dasarnya memiliki beberapa tujuan penting dan salah satunya adalah untuk membina umat, seluruh umat manusia ke arah kehidupan rabbani, kehidupan luhur yang berpedoman langsung dari ajaran-ajaran Islam yang mulia. Sebuah kehidupan madani yang bercermin pada peradaban paling luhur yang pernah ada di dunia, peradaban Islam yang dahulu dicontohkan oleh teladan kita semua, Muhammad saw. dan para sahabat pewaris dunia yang melanjutkan peradaban masyarakat Islam yang mulia, sejahtera.
            Tentu gambaran sejarah ini adalah sebuah kehidupan nyata, yang bukan digoreskan dari mata pena fiksi dengan penuh khayalan. Ia benar-benar berwujud sehingga waktu pun mengabadikannya dalam sebuah etalase zaman berhiaskan keluhuran. Sebuah peradaban mulia ini diawali dari sebuah dakwah, keistiqomahan untuk menyampaikan kebenaran. Bukan tanpa rintangan, bahkan pengusiran yang didapatkan oleh generasi awal para da’i. Namun, karena ketangguhan dan tentunya karena izin Allah, dakwah ini dapat tegak berdiri di muka bumi hingga saat ini.
            Sejarah mencatat bagaimana mulianya peradaban manusia yang didasari oleh prinsip Islam. Dan, prinsip ini ada dan mendasari seluruh lapisan masyarakat bukanlah ada secara tiba-tiba. Terdapat generasi yang memperjuangkannya sehingga prinsip-prinsip ini menjiwai seluruh kehidupan.
            Dunia mengenang peradaban Islam saat itu sebagai peradaban superior, di kala kota-kota di Eropa seperti Paris dan London hanya berpopulasi sekitar lima puluh ribu penduduk, Baghdad, Damaskus, dan Mesir yang kala itu menjadi pusat peradaban Islam memiliki peradaban urban dengan populasi mencapai sekitar dua juta penduduk, di saat Paris dan London gelap gulita di waktu malam, jalan-jalan berlumpur di waktu hujan, Cordoba sebagai cabang Islam di eropa dan pusat-pusat peradaban Islam yang lain telah memiliki tata kota yang indah, sanitasi yang teratur, dan penerangan kota yang terang.
            Sekali lagi itu bukanlah sebuah skenario fiksi, itu adalah lembaran nyata dari sejarah. Dan, itu adalah salah satu peran dakwah Islam, menjadikan lingkungan masyarakat Islami yang dilandasi nilai-nilai Islam yang mulia.
            Kaitannya dengan peran dakwah Islam di Indonesia saat ini pada khususnya, maka kita akan menemukan bahwa dakwah Islam menempati kedudukan yang penting dalam mentransformasikan masyarakat menuju masyarakat yang berkarakter, masyarakat yang Islami. Indonesia adalah negeri dengan beragam budaya, pluralisme jelas mewarnai negeri kita tercinta. Namun hal itu bukanlah menjadi suatu penghalang untuk menghambat tersebarnya dakwah Islam di bumi Indonesia ini. Sekali lagi kita dapat bercermin pada sistem masyarakat madani yang dipimpin langsung oleh Rasulullah saw. di Madinah.
            Untuk membangun sebuah negara yang kokoh, hal yang menjadi dasar adalah terciptanya suatu sistem masyarakat yang apik. Dan, di sinilah dakwah banyak memegang peranan. Dakwah menyentuh semua lapisan yang ada dalam sistem masyarakat. Memang, dalam praktik lapangannya, banyak dijumpai oleh seorang da’i  beragam perbedaan, seorang da’i banyak menemukan pelangi-pelangi dalam objek dakwahnya, dan sudah menjadi kreativitas tersendiri, kemampuan khusus yang dimiliki oleh seorang da’i untuk –sebisa mungkin- menyamakan , melebur dalam perbedaan tersebut. Bukan tidak bisa disatukan, bukan tidak bisa disamakan, insyaallah pasti akan ada jalan. Perbedaan warna dalam pelangi tidaklah menjadikan pelangi itu terpecah, tetapi sebaliknya, banyak decak kagum yang mengalir karena perbedaan itu –dan memang seharusnya- diterjemahkan menjadi kombinasi menawan. Lagi-lagi di sini telah menjadi kepiawaian seorang da’i untuk bisa meracik perbedaan warna yang ia temukan menjadi sebuah miniatur pelangi, sebuah sistem masyarakat yang berdasarkan perbedaan yang membawa keindahan.
            Untuk itu, seorang da’i harus benar-benar bertadabur, bagaimana dakwah yang ia bawa bisa menyentuh setiap hati yang ia jumpai. Abu Sufyan r.a berkata kepada istrinya saat Rasulullah saw. dan seluruh pasukan Islam pada saat itu memasuki seluruh gerbang kota Mekkah pada peristiwa Fath Mekkah,
“Kemenangan yang sebenarnya adalah bukan dengan mendobrak setiap pintu gerbang suatu kota dan menguasai apa yang ada di dalamnya, tetapi kemenangan atas hati manusia. Dan, itulah kemenangan yang lebih agung dan mereka mendapatkannya”
            Dalam kaidah dakwah kontemporer, dengan medan dakwah yang beragam, maka banyak yang dapat ditempuh agar dakwah dapat diterima untuk kemudian direalisasikan dalam kehidupan. Seorang da’i yang handal dalam seni misalnya, maka dapatlah ia berdakwah dengan objek dakwah kaum seniman. Hal ini tentu diharapkan dengan begitu hasil dakwahnya akan menjadi lebih optimal.
            Dalam hal ini sudah banyak contoh, Rasulullah saw. pernah mencontohkan dalam periode awal dakwah di mekkah, beliau menerapkan kebiasaan kaum Quraisy pada waktu itu yang apabila hendak mengumumkan sesuatu yang sifatnya urgen, penting, maka sang pemberi kabar naik ke atas bukit lalu menyampaikan apa yang hendak ia sampaikan. Waktu itu rasul mengumpulkan semua kabilah, pemuka kabilah yang tidak dapat hadir mengirimkan wakilnya. Setelah terkumpul baru Rasul saw. menyampaikan,
jika kalian aku beri tahu bahwa di lembah sana ada pasukan berkuda yang akan menyerang kalian, apakah kalian mempercayaiku?” Mereka menjawab “iya!, kami belum pernah menyaksikan Anda berdusta” kemudian beliau melanjutkan “Sesungguhnya aku datang untuk memberi peringatan kepada kalian bahwa di depan kalian terdapat siksa yang amat keras”.
Sebagian para wali –yang dikenal wali songo—di Indonesia juga menerapkan kaidah ini, untuk menyentuh jiwa objek dakwahnya. Misal dongeng-dongeng wayang yang telah diakulturasikan dengan alur cerita yang bernafaskan Islam hingga festival-festival masyarakat yang hingga kini masih dilakukan oleh sebagian penduduk khususnya penduduk di pulau jawa, sekaten misalnya. Jadi, dakwah tidak terpaku di atas mimbar ataupun pengajian saja, dakwah bisa dilakukan di mana saja, kapan saja.
            Setelah seorang da’i berhasil memasukkan nilai-nilai Islam kepada objek dakwahnya, maka akan mudah –insyaallah- bagi seorang da’i untuk kian membina masyarakat menuju masyarakat yang berakhlak mulia, masyarakat yang dicintai dan berlimpah penuh keberkahan dari Allah swt. dan jika pondasi masyarakat yang Islami sudah terbentuk, maka ini akan mengawali lahirnya sebuah negara yang adil dan sejahtera, yang berdasarkan sistem masyarakat yang Islami.

-Ibnu Semi, adapted from "Makalah Kelompok 4", May 1st 2011-